I. SEJARAH
Sepanjang sejarah keinginan manusia untuk mengetahui
sebab-sebab tingkah lakunya dan semenjak psikologi menjadi pengetahuan yang
otonom, masalah aspek kejiwaan yang mengatur, membimbing dan mengontrol tingkah
laku manusia selalu timbul dan menjadi persoalan. Pengertian umum (popular)
mengenai inner entity ini barangkali ialah jiwa (soul). Menurut
teori “Jiwa“ gejala-gejala kejiwaan (mental phenomena)
dianggap sebagai pencerminan (manifestasi) substansi khusus yang secara
khas berbeda dari substansi kebendaan. Dalam pikiran keagamaan jiwa itu
dipandang sebagai abadi, bebas dan asalnya suci.
Dengan berkembangnya psikologi yang positifitas
pengertian tentang jiwa atau aspek-aspek kejiwaan yang lain seperti mind,
ego, will, self itu cenderung untuk ditolak, terlebih di
Amerika Serikat. Tetapi akhir-akhir ini diantara ahli-ahli di Amerika Serikat
terdapat perhatian terhadap pengertian self itu. W.James dalam bukunya :
Principles of Psychology (1890, chapter X ).
II. CARL ROGERS : TEORI HUMANISTIK
Carl Ransom Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada 8
Januari 1902. Pada umur 12 tahun keluarganya mengusahakan pertanian dan Rogers
menjadi tertarik kepada pertanian secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke
perguruan tinggi, dan pada tahun-tahun pertama Rogers sangat gemar akan ilmu
alam dan ilmu hayat. Setelah menyelesaikan pelajaran di University of Wisconsin
pada 1924 Rogers masuk Union Theological College of Columbia, disana Rogers
mendapat pandangan yang liberal dan filsafat mengenai agama. Kemudian pindah ke
Teachers College of Columbia, disana Rogers terpengaruh oleh filsafat John
Dewey serta mengenal psikologi klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Rogers
mendapat gelar M.A. pada 1928 dan doctor pada 1931 di Columbia. Pengalaman
praktisnya yang pertama-tama diperolehnya di Institute for Child Guidance.
Lembaga tersebut orientasinya Freudian. Rogers menemukan bahwa pemikiran
Freudian yang spekulatif itu tidak cocok dengan pendidikan yang diterimanya
yang mementingkan statistik dan pemikiran menurut aliran Thorndike.
Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers
menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi pemimpinnya.
Selama masa ini Rogers dipengaruhi oleh Otto Rank, seorang psychoanalyst
yang memisahkan diri dari Freudian yang ortodok.
Pada tahun 1940 Rogers menerima tawaran untuk menjadi
guru besar psikologi di Ohio State University. Perpindahan dari pekerjaan
klinis ke suasana akademis ini dirasa oleh Rogers sendiri sangat tajam. Karena
rangsangannya Rogers merasa terpaksa harus membuat pandangannya dalam
psikoterapi itu menjadi jelas. Dan ini dikerjakannya pada 1942 dalam buku Counseling
and Psychotheraphy. Pada tahun 1945 Rogers menjadi mahaguru psikologi di
Universitas of Chicago, yang dijabatnya hingga kini. Tahun 1946-1957 menjadi
presiden the American Psychological Association. Dan meninggal dunia
tanggal 4 Februari 1987 karena serangan jantung.
II.1. Aktualisasi Diri
Rogers terkenal sebagai seorang tokoh psikologi
humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis, ide-ide
dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman
terapeutiknya.
Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu
memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup,
dan menangani masalah–masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi
yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah
aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi
dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran
Freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman
seksual sebelumnya.
Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia
berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang
memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia
tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu
itu.
Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri
dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik.
Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar
khususnya dalam masa kanak-kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan
perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang
akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Rogers dikenal juga sebagai seorang fenomenologis,
karena ia sangat menekankan pada realitas yang berarti bagi individu. Realitas
tiap orang akan berbeda–beda tergantung pada pengalaman–pengalaman
perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut dengan fenomenal field.
Rogers menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan fenomenal
tersebut.
II.2. Perkembangan Kepribadian
Konsep diri (self concept) menurut Rogers
adalah bagian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan,
dimana “aku“ merupakan pusat referensi setiap pengalaman. Konsep diri
merupakan bagian inti dari pengalaman individu yang secara perlahan dibedakan
dan disimbolisasikan sebagai bayangan tentang diri yang mengatakan “apa dan
siapa aku sebenarnya“ dan “apa yang sebenarnya harus saya perbuat“.
Jadi, self concept adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai
pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku.
Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri
real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut
sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi yaitu:
1. Incongruence
Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang
dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2. Congruence
Congruence berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan
dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya incongruence
ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang kondisional kepada anak-anaknya.
Orang tua akan menerima anaknya hanya jika anak tersebut berperilaku
sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang
tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang
tidak kondisional, maka si anak akan bisa mengembangkan congruence-nya.
Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang kondisional akan
meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah perbuatan agar dia
bisa diterima di lingkungan.
Dampak dari incongruence adalah Rogers berfikir
bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk
melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatannya
sehingga mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia dengan tingkat
incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah karena
realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus menerus.
Contoh:
Erin yakin bahwa dia merupakan orang yang sangat
dermawan, sekalipun dia seringkali sangat pelit dengan uangnya dan biasanya
hanya memberikan tips yang sedikit atau bahkan tidak memberikan tips sama
sekali saat di restoran. Ketika teman makan malamnya memberikan komentar pada perilaku
pemberian tipsnya, dia tetap bersikukuh bahwa tips yang dia berikan itu sudah
layak dibandingkan pelayanan yang dia terima. Dengan memberikan atribusi
perilaku pemberian tipsnya pada pelayanan yang buruk, maka dia dapat terhindar
dari kecemasan serta tetap menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan
kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain.
Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil dari seorang
ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi
menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
• Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia
akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive
regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk dapat
berfungsi sepenuhnya.
• Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan
penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard). Dimana ia
akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa bersalah dan
tidak berharga.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya
adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia
dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person
sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan
penuh kepercayaan.
III. POKOK-POKOK TEORI ROGERS
Konsepsi-konsepsi pokok dalam teori Rogers adalah:
1. Organism, yaitu keseluruhan individu (the total individual)
Organisme memiliki sifat-sifat berikut:
Organisme beraksi sebagai keseluruhan terhadap
medan phenomenal dengan maksud memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Organisme mempunyai satu motif dasar yaitu:
mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.
Organisme mungkin melambangkan pengalamannya,
sehingga hal itu disadari, atau mungkin menolak pelambangan itu, sehingga
pengalaman-pengalaman itu tak disadari, atau mungkin juga organisme itu tak
memperdulikan pengalaman-pengalamannya.
2. Medan phenomenal, yaitu keseluruhan pengalaman (the
totality of experience)
Medan phenomenal punya sifat disadari atau tak
disadari, tergantung apakah pengalaman yang mendasari medan phenomenal itu
dilambangkan atau tidak.
3. Self, yaitu bagian medan phenomenal yang
terdiferensiasikan dan terdiri dari pola-pola pengamatan dan penilaian sadar
daripada “I” atau “me”.
Self mempunyai bermacam-macam sifat:
- Self berkembang dari
interaksi organisme dengan lingkungan.
- Self mungkin
menginteraksikan nilai-nilai orang lain dan mengamatinya dalam cara
(bentuk) yang tidak wajar.
- Self mengejar
(menginginkan) consistency (keutuhan/kesatuan, keselarasan).
- Organisme bertingkah
laku dalam cara yang selaras (consistent) dengan self.
- Pengalaman-pengalaman
yang tak selaras dengan stuktur self diamati sebagai ancaman.
- Self mungkin berubah
sebagai hasil dari pematangan (maturation) dan belajar.
IV. DINAMIKA KEPRIBADIAN
Rogers mengemukakan lima sifat khas dari seseorang
yang berfungsi penuh:
1.
Keterbukaan
pada pengalaman
Yang berarti bahwa seseorang tidak bersifat kaku dan
defensif melainkan bersifat fleksibel, tidak hanya menerima pengalaman yang
diberikan oleh kehidupan, tapi juga dapat menggunakannya dalam membuka
kesempatan lahirnya persepsi dan ungkapan-ungkapan baru.
2.
Kehidupan
eksistensial
Orang yang tidak mudah berprasangka ataupun
memanipulasi pengalaman melainkan menyesuaikan diri karena kepribadiannya
terus-menerus terbuka kepada pengalaman baru.
3.
Kepercayaan
terhadap organisme orang sendiri
Yang berarti bertingkah laku menurut apa yang dirasa
benar, merupakan pedoman yang sangat diandalkan dalam memutuskan suatu tindakan
yang lebih dapat diandalkan daripada faktor-faktor rasional atau intelektual.
4.
Perasaan
bebas
Semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin
mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak.
5.
Kreativitas
Seorang yang kreatif bertindak dengan bebas dan
menciptakan hidup, ide dan rencana yang konstruktif, serta dapat mewujudkan
kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan.
V. APLIKASI
Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan
kepribadian. Teknik terapi lebih banyak mewarnai berbagai karya akademiknya.
Mula-mula corak konseling ini disebut non-directive therapy,
kemudian digunakan Client Centered therapy dengan maksud individualitas
konseling yang setaraf dengan individualitas konselor. Menurut Rogers,
dalam teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang permisif.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan
metode psikoterapi yang dikemukakan dan dikembangkannya. Terapi yang
dikemukakannya itu dinamakan: non-directive therapy atau client
centered therapy.
Non-directive therapy ini menjadi popular karena:
- Secara historis
lebih terikat kepada psikologi daripada kedokteran
- Mudah dipelajari
- Untuk mempergunakannya
dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai diagnosis dan dinamika
kepribadian
- Lamanya perawatan
lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi secara
psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai
sendiri arah perkembangannya dan menciptakan kesehatan dan
menyesuaikannya. Sebab itu, konselor harus mempergunakan teknisnya untuk
memajukan tendensi perkembangan klien tidak secara langsung tetapi dengan
menciptakan kondisi perkembangan yang positif dengan cara permisif. Konselor
sebanyak mungkin membatasi diri dengan tidak memberikan nasihat, pedoman,
kritik, penilaian, tafsiran, rencana, harapan, dan sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat membantu klien untuk
mengemukakan pengertiannya dan rencana hidupnya. Untuk memungkinkan pemahaman
ini konselor diharapkan bersifat dan bersikap:
1.
Menerima
(Acceptance)
Sikap terapis yang ditujukan agar klien dapat melihat
dan mengembangkan diri apa adanya.
2.
Kehangatan (Warmth)
Ditujukan agar klien
merasa aman dan memiliki penilaian yang lebih positif tentang
dirinya.
3.
Tampil
apa adanya (Genuine)
Kewajaran yang perlu ditampilkan oleh terapis agar
klien memiliki sikap positif.
4.
Empati (Emphaty)
Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal
frame of reference), klien akan memberikan manfaat
besar dalam memahami diri dan problematikanya.
5.
Penerimaan
tanpa syarat (Unconditional positive regard)
Sikap penghargaan tanpa tuntutan yang ditunjukkan
terapis pada klien, betapapun negatif perilaku atau sifat klien,
yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6.
Transparansi
(Transparancy)
Penampilan terapis yang transparan atau
tanpa topeng pada saat terapi berlangsung maupun dalam kehidupan
keseharian merupakan hal yang penting bagi klien untuk mempercayai dan menimbulkan
rasa aman terhadap segala sesuatu yang diutarakan.
7.
Kongruensi
(Congruence)
Konselor dan klien berada pada
hubungan yang sejajar dalam relasi terapeutik yang sehat. Terapis bukanlah orang
yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah
diri secara konstruktif mengharuskan klien dan terapis berada dalam kontak
psikologis. Dengan demikian, akan dapat dilihat perubahan yang terjadi dalam
proses terapi antara lain :
- Klien akan
mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan problem
yang dihadapi.
- Klien akan
berkembang menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna
perasaannya.
- Klien mulai
merasakan self concept antara dirinya dan pengalaman mereka.
- Klien sadar penuh
akan perasaan yang mengganggu.
- Klien mampu mengenal
konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.
- Ketika terapi
dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.
- Mereka mengembangkan
kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh unconditional positive
regard.
- Mereka akan
mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga mampu berelasi sosial
dengan baik.
- Mereka menjadi
positif dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight
secara mendalam terhadap diri dan permasalahannya.
- Mereka menjadi
terbuka terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.
- Dalam pengalamannya
sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika diperlukan.
- Mereka menjadi
kreatif. Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga dalam hubungan
dengan orang lain.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak
pada perhatiannya yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan
pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang
berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang
partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat
memberikan respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit
diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang
dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam
tingkah laku manusia karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan
masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman
traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar