BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Teori Humanistik lebih melihat pada
sisi perkembangan kepribadian manusia / individu. Psikolog humanistik mencoba
untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka.
Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional
untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi
maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap
hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah
sikap dan perilaku mereka.
Tokoh psikologi humanistik selain
Abraham Maslow ialah Carl Rogers ( 1902-1987 ). Carl Rogers menjadi sangat
terkenal karena metode terapi yang dikembangakannya, yaitu terapi yang berpusat
pada individu atau yang lebih dikenal dengan Teori Nondirektif.
Secara luas lagi mengenai teori ini akan dibahas di
bab pembahasan pada makalah ini. Dari sosok Carl Rogers dengan teorinya yang
begitu fenomenal, dan berbeda dibanding yang lain, penyusun bermaksud
membahasnya dengan menitikberatkan pada pokok-pokok teori Rogers dan teori yang
dikembangkannya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sudut pandang Carl Rogers sebagai tokoh humanistik
tentang Teori Humanistik?
2.
Bagaimanakah
konsep diri (self), organisme, dan aktualisasi diri (medan fenomenal) sebagai
bagian pokok teori Carl Rogers?
3. Bagaimanakah aplikasi metode teori psikoterapi yang
dikemukakan oleh Carl Rogers?
1.3
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui
sudut pandang Carl Rogers sebagai tokoh humanistik tentang Teori Humanistik.
2.
Mengetahui tentang
konsep diri (self), organisme, dan aktualisasi diri (medan fenomenal) sebagai
bagian pokok teori Carl Rogers.
3.
Mengetahui
aplikasi metode teori psikoterapi yang dikemukakan oleh Carl Rogers.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sudut Pandang Carl Rogers Sebagai Tokoh Humanistik
Tentang Teori Humanistik.
Sepanjang sejarah keinginan manusia untuk mengetahui sebab-sebab tingkah
lakunya dan semenjak psikologi menjadi pengetahuan yang otonom, masalah aspek
kejiwaan yang mengatur, membimbing dan mengontrol tingkah laku manusia selalu
timbul dan menjadi persoalan. Pengertian umum mengenai iner entity ini adalah jiwa (soul). Menurut
teori “jiwa” gejala-gejala kejiwaan (mental phenomena) dianggap sebagai
pencerminan substansi khusus yang secara khas berbeda dari subtansi dari
subtansi kebendaan. Dalam teori keagamaan jiwa itu dipandang sebagai abadi,
bebas dan asalnya suci.
Rogers menyebut dirinya sebagai orang yang berpandangan humanistik dalam
psikologi kontemporer. Psikologi humanistik dari satu pihak menentang apa yang
disebut sebagai pesimisme suram dan keputusasaan yang terkandung dalam
pandangan psikoanalitik tentang manusia dan di lain pihak menentang konsepsi
robot tentang manusia yang digambarkan dalam behaviorisme. Psikologi humanistik
lebih penuh harapan dan optimistik
tentang manusia. Ia yakin bahwa dalam diri setiap orang terdapat
potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif. Kegagalan dalam
mewujudkan potensi-potensi ini disebabkan oleh pengaruh yang bersifat menjerat
dan keliru dari latihan yang diberikan oleh orang tuanya, serta
pengaruh-pengruh sosial lainnya. Namun pengaruh-pengaruh yang merugikan ini
dapat diatasi apabila individu mau menerima tanggung jawab untuk hidupnya
sendiri. Rogers yakin apabila tanggung jawab ini di terima, maka kita akan
segera melihat kalau saja represi perbudakan yang meliputi seluruh dunia dapat
dicegah, munculnya seorang pribadi baru yang penuh kesadaran, mengarahkan
dirinya sendiri, seorang yang menjelajah dunia batin lebih dari pada dunia
luar, yang memandang sikap serba tunduk pada kebiasaan-kebiasaan pada dogma
tentang autoritas.
Teori Rogers juga mempunyai kesamaan dengan psikologi
ekstensial. Yang pada dasarnya teori ini
adalah fenomenologis, artinya Rogers memberikan tekanan yang kuat pada
pengalaman-pengalaman sang pribadi, perasaan-perasaan dan nilai-nilainya, dan
semua yang teringkas dalam ekspresi “kehidupan batin”. Dari
pengalaman-pengalaman inilah mula-mula Rogers mengembangkan teori tentang
terapi dan perubahan kepribadian. Ciri utama konseptualisasi dari proses
terapeutik ini adalah bahwa para klien
mempersepsikan bahwa ahli terapi memiliki “unconditional positive regard”
(penghargaan positif tanpa syarat) terhadap mereka dan suatu pemahaman empatik
terhadap kerangka acuan internal (internal frame of reference) mereka, maka
proses perubahan mulai bergerak. Selama proses ini, klien-klien semakin lebih
menyadari perasaan dan pengalaman mereka yang sebenarnya dan konsep diri mereka
menjadi lebih selaras dengan seluruh pengalaman organisme.
Apabila keselarasan yang bulat tercapai, maka klien akan menjadi orang yang
berfungsi sepenuhnya. Menjadi orang yang
berfungsi sepenuhnya meliputi sifat-sifat seperti keterbukaan terhadap
pengalaman, tidak adanya sifat defensif, kesadaran yang cermat, penghargaan
diri tanpa syarat, dan hubungan yang
harmonis dengan orang-orang lain.
2.2
Konsep Diri (self concept), Organisme, dan Aktualisasi
Diri (medan fenomenal) Sebagai Bagian Pokok Teori Carl Rogers.
a. Struktur
Kepribadian
Ada dua konstruk yang sangat penting
dalam teori Rogers dan bahkan dapat dianggap sebagai tempat berpijak bagi
seluruh teorinya. Kedua teori ini adalah organisme dan diri (self). Secara
psikologis, organisme adalah lokus atau tempat dari seluruh pengalaman.
Pengalaman meliputi segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam
kesadaran organisme pada setiap saat. Keseluruhan pengalaman ini merupakan
medan fenomenal. Medan fenomenal adalah “frame of reference” dari individu yang
hanya dapat diketahui oleh orang itu sendiri. Medan fenomenal tidak identik
dengan medan kesadaran. Kesadaran adalah perlambangan dari sebagian pengalaman
kita. Dengan demikian, medan fenomenal terdiri dari pengalaman sadar (dilambangkan)
dan pengalaman tak sadar (tidak dilambangkan). Akan tetapi, organisme dapat
membedakan kedua jenis pengalaman tersebut dan bereaksi terhadap pengalaman
yang tidak dilambangkan. Rogers menyebut peristiwa ini subsepsi (subception).
Pengalaman mungkin tidak tepat
dilambangkan, akibatnya orang bertingkah laku secara tidak serasi. Uji terhadap
kenyataan ini memberikan orang pengetahuan yang dapat diandalkan tentang dunia
sehingga dengan demikian orang dapat bertingkah laku secara realistik. Namun
beberapa ada yang tidak di uji sehingga dapat menyebabkan orang bertingkah laku
tidak realistik dan akan merugikan diri sendiri.
Rogers memecahkan paradoks dengan
menyimpang dalam rangka pemikiran fenomenologi murni. Meskipun ia tidak
menyinggung tentang kenyataan yang sebenarnya, namun jelas orang-orang harus
memiliki konsepsi tentang standart kenyataan luar atau impersonal, apabila
tidak demikian maka tidak dapat menguji kenyataan batin (subjektif) dan
kenyataan objektif. Dari sini orang berusaha membedakan keduanya melalui
hipotesis tentang kenyataan benar atau salah. Orang akan menunda keputusannya
sampai ia menguji hipotesis tersebut. Misalnya, seseorang yang akan menggarami
makanannya berhadapan dengan dua tempat bumbu. Satu diantaranya berisi garam
dan yang lainnya berisi merica. Orang tersebut mengira bahwa tempat yang
berlubang besar adalah garam, tetapi karena tidak yakin maka ia menuangkan
sedikit isinya pada telapak tangannya. Apabila partikel-partikel yang keluar
adalah putih dan bukan hitam, maka orang tersebut boleh merasa yakin bahwa itu
garam. Orang yang sangat teliti mungkin merasa perlu mencicipinya sedikit,
sebab bisa jadi itu merica putih dan bukan garam. Apa yang dikemukakan dengan
contoh ini adalah suatu pengujian ide-ide seseorang dengan berbagai data
inderia. Pengujian tersebut merupakan pengecekan informasi yang belum pasti
melalui pengetahuan yang lebih langsung. Dalam kasus ini, ujian terakhir adalah
rasanya, suatu cita rasa tertentu bahwa itu garam.
Contoh tadi menggambarkan suatu
kondisi ideal. Menurut Rogers, pribadi yang utuh adalah orang yang sepenuhnya
terbuka pada data yang dialami dalam dirinya dan data yang dialaminya dari
dunia luar. Sebagian dari medan fenomenal lama kelamaan akan terpisah. Ini
adalah diri. Diri atau konsep diri merupakan gestalt konseptual yang
terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang
sifat-sifat tentang diri subyek atau diri objek dan persepsi-persepsi tentang
hubungan-hubungan antara diri subyek atau diri objek dengan orang-orang lain dan
dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi
ini.
Disamping diri sebagaimana adanya,
terdapat suatu diri ideal. Yaitu tentang apa yang diinginkan orang tentang
dirinya. Pentingnya konsep-konsep struktural, menjadi jelas pada pembahasan
Rogers tentang kongruensi dan inkongruensi antara diri sebagaimana
dipersepsikan dan pengalaman aktual organisme.
1. Incongruence
Incongruence
adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual
disertai pertentangan dan kekacauan batin.
2. Congruence
Congruence
berarti situasi dimana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah
konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Menurut Rogers, para orang tua akan
memacu adanya incongruence ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang
kondisional kepada anak-anaknya. Orang tua akan menerima anaknya hanya jika
anak tersebut berperilaku sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah
perbuatan yang dipandang tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua
menunjukkan kasih sayang yang tidak kondisional, maka si anak akan bisa
mengembangkan congruence-nya. Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih
sayang kondisional akan meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk
mengubah perbuatan agar dia bisa diterima di lingkungan.
Dampak dari incongruence adalah
Rogers berfikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka
terancam. Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan
mengubah perbuatannya sehingga mereka mampu berpegang pada konsep diri mereka.
Manusia dengan tingkat incongruence yang lebih tinggi akan merasa sangat
gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus
menerus.
Contoh: Erin yakin bahwa dia
merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia seringkali sangat pelit
dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang sedikit atau bahkan
tidak memberikan tips sama sekali saat di restoran. Ketika teman makan malamnya
memberikan komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia tetap bersikukuh bahwa
tips yang dia berikan itu sudah layak dibandingkan pelayanan yang dia terima.
Dengan memberikan atribusi perilaku pemberian tipsnya pada pelayanan yang
buruk, maka dia dapat terhindar dari kecemasan serta tetap menjaga konsep
dirinya yang katanya dermawan.
Setiap manusia memiliki kebutuhan
dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari
orang lain. Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil
dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi
lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
• Jika individu menerima cinta tanpa
syarat, maka ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya
(unconditional positive regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya
untuk dapat berfungsi sepenuhnya.
• Jika tidak terpenuhi, maka anak
akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard).
Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa
bersalah dan tidak berharga.
Rogers menggambarkan pribadi yang
berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa
syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri
sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk
menerima diri dengan penuh kepercayaan.
a. Dinamika
Kepribadian
Organisme mempunyai satu
kecenderungan dan kerinduan dasar yakni mengaktualisasikan, mempertahankan, dan
mengembangkan organisme yang mengalami. Kecenderungan untuk mengaktualisasi ini bersifat selektif,
menaruh perhatian hanya pada aspek-aspek lingkungan yang memungkinkan orang
bergerak secara konstruktif kearah pemenuhan dan kebulatan. Di satu pihak
terdapat satu kekuatan yang memotivasikan, yakni dorongan untuk
mengaktualisasikan iri, di lain pihak hanya ada satu tujuan hidup, yakni
menjadi pribadi yang teraktualisasikan dirinya atau pribadi yang utuh.
Organisme mengaktualisasikan dirinya
menurut garis-garis yang diletakan oleh hereditas. Ketika organism itu matang,
maka ia makin berdiferensasi, makin luas, makin otonom, dan makin
tersosialisasikan. Tedensi dasar pertumbuhan ini-mengaktualisasikan dan
mengekspansikan diri sendiri- tampak paling jelas sekali bila individu di amati
dalam suatu jangka waktu yang lama. Ada suatu gerak maju pada kehidupan setiap
orang; tendensi yang tak henti-hentinya inilah yang merupakan satu-satunya
kekuatan yang benar-benar dapat diandalkan oleh ahli terapi untuk mengadakan
perbaikan dalam diri klien.
Rogers menambahkan suatu cirri baru
pada konsep pertumbuhan ketika ia mengamati bahwa tendensi gerak maju hanya dapat beroprasi bila
pilihan-pilihan dipresepsikan dengan jelas dan dilambangkan dengan baik.
Seseorang tidak dapat mengaktualisasikan dirinya kalau ia tidak dapat
membedakan antara cara-cara tingkah laku progresif dan regresif. Tidak ada
suara hati dari dalam yang akan memberitahu seseorang manakah jalan kemajuan
itu, tidak ada keharusan organismik yang akan mendorongnya maju. Orang harus
mengetahui sebelum mereka dapat memilih, tetapi bila mereka benar-benar
mengetahui maka mereka selalu memilih untuk bertumbuh dan bukan untuk mundur.
Pada dasarnya tingkah laku adalah
usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya
sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu persepsikan. Pernyataan
yang jelas-jelas menyinggung tentang adanya banyak “kebutuhan” ini tidak
berlawanan dengan pengertian motif tunggal. Meskipun da banyak kebutuhan, namun
semuanya mengabdi kepada tendensi dasar organisme untuk mempertahankan dengan
mengembangkan diri.
Pada tahun 1959, Rogers mengemukakan
perbedaan antara tendensi mengaktualisasikan pada organism dan tendensi
mengaktualisasikan diri.
“Menyusul perkembangan struktur diri
tendensi umum kearah aktualisasi ini juga muncul dalam aktualisasi bagian
pengalaman organisme yang dilambangkan dalam diri. Apabila diri da seluruh
pengalaman organisme sesuai , maka tendensi aktualisasi tetap padu. Apabila
diri dan pengalaman tidak selaras maka
tendensi umum untuk mengaktualisasikan organisme mungkin berlangsung dengan
tujuan yang berlawanan dengan subsistem motif tersebut, yakni tendensi untuk
mengaktualisasikan diri (1959, halaman 196-197).”
Meskipun teori Rogers tentang
motivasi bersifat monistik, ia telah memberi perhatian khusus pada dua
kebutuhan, yakni kebutuhan akan penghargaan yang positif dan kebutuhan akan
harga diri. Keduanya adalah kebutuhan yang dipelajari. Kebutuhan yang pertama
terjadi pada masa bayi sebagai akibat karena bayi dicintai dan diperhatikan,
dan kebutuhan yang kedua terbentuk karena bayi menerima penghargaan positif
dari positif dari orang lain. Kedua kebutuhan ini, sebagaimana akan kita lihat
pada bagian berikut, bisa juga berselisih tujuan dengan tendensi aktualisasi
dengan mendistorsikan pengalaman-pengalaman organisme.
b. Perkembangan
Kepribadian
Meskipun organisme dan diri
mempunyai tendensi inhern untuk mengaktualisasikan diri, namun sangat mudah
dipengaruhi oleh lingkungan dan khususnya oleh lingkungan sosial. Rogers tidak memberikan jadwal waktu
tahap-tahap penting yang dilalui orang pada masa bayi hingga masa dewasa.
Namun, ia memusatkan perhatian paada cara-cara bagaimana penilaian orang-orang
pada individu, khususnya selama masa kanak-kanak, cenderung memisahkan pengalaman-pengalaman
organisme dan pengalaman-pengalaman diri. Apabila penilaian-penilaian ini
semata-mata bernada positif, yang oleh Rogers disebut unconditional positive
regard atau penghargaan positif tanpa syarat, maka tidak akan terjadi
ketidaksesuaian antara organisme dan diri.
Sedikit demi sedikit sepanjang masa
kanak-kanak, konsep diri menjadi semakin menyimpang justru disebabkan karena
penilaian orang-orang lain. Akibatnya, suatu pengalaman organismik yang tidak
selaras dengan konsep diri yang tak wajar ini akan dirasakan sebagai suatu
ancaman dan menimbulkan kecemasan. Untuk melindungi keutuhan konsep diri, maka
pengalaman-pengalaman yang mengancam ini tidak akan dilambangkan atau diberi
suatu perlambangan yang menyimpang.
Menyangkal suatu pengalaman tidak
sama dengan mengabaikannya. Menyangkal
berarti memalsukan realitas baik dengan menyatakannya tidak ada atau
dengan mempersepsikannya secara menyimpang. Apabila individu mempersepsikan dan
menerima segala pengalaman sensorik dan
viskeralnya kedalam satu sistem yang konsisten dan terintegrasi, maka ia
pasti lebih memahami orang-orang lain dan lebih menerima orang lain sebagaai
individu-individu yang berbeda.
Mengakhiri uraian tentang ciri-ciri
pokok teori Rogers, mungkin masih terdapat keheranan, mengapaa teori tersebut
dinamakan person concered atau berpusat pada pribadi, bukan pada organismik
concered atu berpusat pada organisme.
Jawabanya sangat sederhana. Dalam individu yang berfungsi sepenuhnya,
sang pribadi adalah juga si organisme. Dengan kata lain, sama sekali tidak ada
perbedaan antara kedua istilah tersebut. Istilah pribadi lebih disukai karena
lebih bermakna psikologis. Pribadi adalah organisme yang mengalami. Pribadi dan
diri adalah juga sama apabila diri benar-benar kongruen dengan organisme. Kesimpulannya,
organisme sebagai suatu sistem yang hidup, bertumbuh, dan bersifat holistik
merupakan realitas pssikologis dasar. Setiap bentuk penyimpangan dari realitas
dasar ini akan mengancam integritas pribadi yang bersangkutan.
2.3
Aplikasi Metode Teori Psikoterapi yang Dikemukakan
Oleh Carl Rogers.
Rogers memiliki pengaruh besar dalam praktek psikotrapi. Dalam terapi
Rogers, terapis cendrung bersifat sportif dan tidak mengarahakan. Terapis
beremapti terhadap klien dan memberikan penghargaan yang tulus. Selama
berkecimpung di bidang konseling anak dan psikologi klinis, rogers menyadari
bahwa klienlah yang paling memahami letak permasalahan dan aarah terapi
seharusnya berlangsung. Rogers juga memadang orang sebagai sebuah proses
perubahan sekumpulan potensi.
Rogers juga berpendapat bahwa ada dua kondisi utama yang diperlukan agar
tercipta perubahan kepribadian dalam psikotrapis :
Pertama, terapis harus bias memperlihatkan perhatian yang tulus terhadap
klien.
Kedua, terapis memiliki pemahaman yang empatis dalam arti terapis harus
bisa merasakan ketegangan dan perasaan yang dirasaankan kliennya.
Yang menarik dari metode Rogers ialah selain teknik dan prosedurnya itu
sendiri ada juga keberanian Rogers untuk merekam proses wawancara dalam
psikotrapinya untuk kemudian membahasnya bersama teman-teman sejawatnya atau
mahasiswanya. Di masa lalu keterbukaan semacam ini masih langka dan
langkah-langkah Rogers dianggap sebagai printis untuk kemajuan pengembangan
metode psikotrapi.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi
yang dikemukakan dan dikembangkannya ini menjadi popular karena:
1. Secara historis lebih terikat kepada psikologi dari
pada kedokteran.
2. Mudah dipelajari.
3. Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa
pengetahuan mengenai diagnosis dan dinamika kepribadian.
4. Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan
misalnya dengan terapi secara psikoanalistis.
Dasar dari teknik ini adalah manusia
mampu memulai sendiri arah perkembangannya dan menciptakan kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab itu,
konselor harus mempergunakan teknisnya untuk memajukan tendensi perkembangan
klien tidak secara langsung tetapi dengan menciptakan kondisi perkembangan yang
positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak mungkin membatasi diri dengan
tidak memberikan nasihat, pedoman, kritik, penilaian, tafsiran, rencana,
harapan, dan sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat
membantu klien untuk mengemukakan pengertiannya dan rencana hidupnya. Untuk
memungkinkan pemahaman ini konselor diharapkan bersifat dan bersikap:
1. Menerima (Acceptance) : Sikap terapis yang ditujukan
agar klien dapat melihat dan mengembangkan diri apa adanya.
2.
Kehangatan
(Warmth) : Ditujukan agar klien
merasa aman dan memiliki penilaian yang lebih positif
tentang dirinya.
3.
Tampil
apa adanya (Genuine) : Kewajaran yang
perlu ditampilkan oleh terapis agar klien memiliki sikap positif.
4.
Empati
(Emphaty) : Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal frame of reference), klien
akan memberikan manfaat besar dalam memahami diri dan problematikanya.
5.
Penerimaan
tanpa syarat (Unconditional
positive regard) : Sikap penghargaan
tanpa tuntutan yang ditunjukkan terapis pada klien, betapapun negatif perilaku atau sifat klien, yang
kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
6.
Transparansi
(Transparancy) : Penampilan terapis yang transparan atau tanpa topeng pada saat
terapi berlangsung maupun dalam kehidupan keseharian merupakan hal yang penting
bagi klien untuk mempercayai dan menimbulkan rasa aman terhadap segala sesuatu
yang diutarakan.
7. Kongruensi (Congruence) : Konselor dan
klien berada pada hubungan yang
sejajar dalam relasi terapeutik yang sehat. Terapis bukanlah orang yang
memiliki kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan
klien mengubah diri secara konstruktif mengharuskan
klien dan terapis berada dalam kontak psikologis. Dengan demikian, akan dapat
dilihat perubahan yang terjadi dalam proses terapi antara lain :
1. Klien akan mengekspresikan pengalaman dan perasaannya
tentang kehidupan, dan problem yang dihadapi.
2. Klien akan berkembang menjadi orang yang dapat menilai
secara tepat makna perasaannya.
3. Klien mulai merasakan self concept antara dirinya dan
pengalaman mereka.
4. Klien sadar penuh akan perasaan yang mengganggu.
5. Klien mampu mengenal konsep diri dengan terapi yang
tidak mengancam.
6. Ketika terapi dilanjutkan, konsep dirinya menjadi
congruence.
7. Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang
dibentuk oleh unconditional positive regard.
8. Mereka akan mengevaluasi pengalaman-pengalamannya
sehingga mampu berelasi sosial dengan baik.
9. Mereka menjadi positif dalam menghargai diri sendiri.
Setelah terapi, klien akan
mendapatkan insight secara mendalam terhadap diri dan permasalahannya.
1. Mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman dan
perasaannya sendiri.
2. Dalam pengalamannya sehari-hari mereka bisa
mentransendensikan, jika diperlukan.
3. Mereka menjadi kreatif. Mereka merasa dalam hidup
menjadi lebih baik, juga dalam hubungan dengan orang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Teori Humanistik lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia / individu. Psikolog humanistik mencoba untuk
melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka
berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk
dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal
mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup
dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap
dan perilaku mereka.
3.2 Saran
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang
semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk
pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang
berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang
partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara
realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang
tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri
tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia
karena ia lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya
pada masa lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang
menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
Disini melihat dari kelemahan pandangan Rogers yang bisa dijadikan masukan
sebagai penyempurnaan pandangan Rogers yang berfokus pada diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar